Kebanyakan orang berpikir secara dualistis, dalam memandang segala sesuatu yang kita alami, kita selalu melihatnya dari sisi baik dan buruk atau cantik dan jelek dan sebagainya. contoh lain dimana kita sering berpikir dualistis adalah seperti berikut :
Salah >< Benar
Sukses >< Gagal
Kaya >< Miskin
Suka >< Tidak suka
Cantik >< Jelek
Menang >< Kalah
Nyaman >< Tidak Nyaman
Senang >< Sedih
Terhormat >< Tidak terhormat
Baik >< Jahat
Panas >< Dingin
Terang >< Gelap
Kalau kita melihat sesuatu yang baik, atau yang cantik, atau yang menyenangkan, tentu kita akan mendekat dan merasa senang. Namun bila kita melihat yang buruk, atau tidak cantik, atau tidak menyenangkan, kita akan menghindar dan bahkan mengeluhkan pengalaman itu. Sebagai contoh bila anda berjumpa dengan seorang wanita yang cantik, anda tentu senang dan mau mendekatkan diri kepadanya, namun apakah dia itu lebih baik sifat-sifatnya daripada wanita yang jelek rupa. Tentu nya belum pasti benar, bukan ?. bisa jadi setelah anda mendekat kepada wanita cantik ini, anda pun menjadi menyesal, mungkin perilakunya tidak anda sukai.
Berpikir dualistis ini telah menjadi kebiasaan kita dalam berpikir. Kebiasaan berpikir seperti ini terbentuk sejak kita masih kecil. Terus bertumbuh hingga sekarang. Dimana kita menjadi terbiasa untuk memandang setiap pengalaman dari dua sisi - baik dan buruk. Salahkah ini ? Tidak juga. Tetapi kemungkinan kita bisa terkecoh dengan pemandangan yang kita lihat itu dan menyesal di kemudian hari.
Kita perlu untuk mengetahui tentang sifat dari pengalaman itu sendiri. Setiap pengalaman bersifat netral, tidak mempunyai makna kecuali anda sendiri yang memberikan makna terhadap pengalaman itu.
Dan setiap makna yang anda berikan kepada pengalaman itu, berpengaruh terhadap sikap, perilaku, perasaan dan respon anda.
Misalkan anda sedang berjumpa dengan atasan anda yang sedang marah di depan anda, dan anda menafsirkan bahwa atasan anda tidak menyukai anda, maka anda akan salah memberikan makna terhadap pengalaman itu. Kenyataannya belum tentu seperti itu. Bisa saja dia sedang jengkel kepada anak-anaknya di rumah dan terbawa emosi itu sampai ke kantor.
Agar kita terhindar dari kesalahan dalam memberikan respons pada setiap pengalaman, sebaiknya kita mengembangkan pola berpikir yang lain yaitu berpikir secara netral, di mana kita tidak mudah untuk memvonis apakah pengalaman itu baik atau buruk, menyenangkan atau menyakitkan. Bersikap netral terhadap setiap pengalaman yang melintas di depan kita adalah sikap yang lebih bijaksana.
Stephen R.Covey mengajarkan bahwa pada setiap stimulus ( pengalaman ) terdapat suatu ruang dimana kita mempunyai kesempatan untuk mengamati pengalaman itu secara mendalam dan menentukan pilihan terhadap respon yang akan kita berikan. Kemudian barulah kita menyampaikan respons kita.
Amati pengalaman itu, evaluasi terlebih dahulu, jangan melibatkan emosi anda terhadap pengalaman anda dan kemudian tentukan pilihan yang tepat untuk respons yang akan anda sampaikan untuk menjawab pengalaman itu. Tidak menggunakan pilihan baik – buruk, tetapi gunakan alternatif ketiga setelah mengetahui pengalaman itu. Inilah yang di sebut dengan berpikir netral.
Jika kita berpikir netral terhadap setiap pengalaman, maka kita akan mampu memberikan respons yang tepat dan terhindar dari kesalahan.
Berlatihlah untuk mengembangkan sikap berpikir yang netral, dan jadikan ini sebagai kebiasaan baru anda. dan anda akan menjadi orang yang lebih Bijaksana.
Sukses >< Gagal
Kaya >< Miskin
Suka >< Tidak suka
Cantik >< Jelek
Menang >< Kalah
Nyaman >< Tidak Nyaman
Senang >< Sedih
Terhormat >< Tidak terhormat
Baik >< Jahat
Panas >< Dingin
Terang >< Gelap
Kalau kita melihat sesuatu yang baik, atau yang cantik, atau yang menyenangkan, tentu kita akan mendekat dan merasa senang. Namun bila kita melihat yang buruk, atau tidak cantik, atau tidak menyenangkan, kita akan menghindar dan bahkan mengeluhkan pengalaman itu. Sebagai contoh bila anda berjumpa dengan seorang wanita yang cantik, anda tentu senang dan mau mendekatkan diri kepadanya, namun apakah dia itu lebih baik sifat-sifatnya daripada wanita yang jelek rupa. Tentu nya belum pasti benar, bukan ?. bisa jadi setelah anda mendekat kepada wanita cantik ini, anda pun menjadi menyesal, mungkin perilakunya tidak anda sukai.
Berpikir dualistis ini telah menjadi kebiasaan kita dalam berpikir. Kebiasaan berpikir seperti ini terbentuk sejak kita masih kecil. Terus bertumbuh hingga sekarang. Dimana kita menjadi terbiasa untuk memandang setiap pengalaman dari dua sisi - baik dan buruk. Salahkah ini ? Tidak juga. Tetapi kemungkinan kita bisa terkecoh dengan pemandangan yang kita lihat itu dan menyesal di kemudian hari.
Kita perlu untuk mengetahui tentang sifat dari pengalaman itu sendiri. Setiap pengalaman bersifat netral, tidak mempunyai makna kecuali anda sendiri yang memberikan makna terhadap pengalaman itu.
Dan setiap makna yang anda berikan kepada pengalaman itu, berpengaruh terhadap sikap, perilaku, perasaan dan respon anda.
Misalkan anda sedang berjumpa dengan atasan anda yang sedang marah di depan anda, dan anda menafsirkan bahwa atasan anda tidak menyukai anda, maka anda akan salah memberikan makna terhadap pengalaman itu. Kenyataannya belum tentu seperti itu. Bisa saja dia sedang jengkel kepada anak-anaknya di rumah dan terbawa emosi itu sampai ke kantor.
Agar kita terhindar dari kesalahan dalam memberikan respons pada setiap pengalaman, sebaiknya kita mengembangkan pola berpikir yang lain yaitu berpikir secara netral, di mana kita tidak mudah untuk memvonis apakah pengalaman itu baik atau buruk, menyenangkan atau menyakitkan. Bersikap netral terhadap setiap pengalaman yang melintas di depan kita adalah sikap yang lebih bijaksana.
Stephen R.Covey mengajarkan bahwa pada setiap stimulus ( pengalaman ) terdapat suatu ruang dimana kita mempunyai kesempatan untuk mengamati pengalaman itu secara mendalam dan menentukan pilihan terhadap respon yang akan kita berikan. Kemudian barulah kita menyampaikan respons kita.
Amati pengalaman itu, evaluasi terlebih dahulu, jangan melibatkan emosi anda terhadap pengalaman anda dan kemudian tentukan pilihan yang tepat untuk respons yang akan anda sampaikan untuk menjawab pengalaman itu. Tidak menggunakan pilihan baik – buruk, tetapi gunakan alternatif ketiga setelah mengetahui pengalaman itu. Inilah yang di sebut dengan berpikir netral.
Jika kita berpikir netral terhadap setiap pengalaman, maka kita akan mampu memberikan respons yang tepat dan terhindar dari kesalahan.
Berlatihlah untuk mengembangkan sikap berpikir yang netral, dan jadikan ini sebagai kebiasaan baru anda. dan anda akan menjadi orang yang lebih Bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar