Ada seorang pria tua yang menjalankan warung Ayam Goreng di suatu daerah pertanian di luar kota. Caranya menjalankan warung itu bukan main ! Di mana-mana orang telah mendengar kelezatan ayam Goreng si pak tua ini. Mereka juga telah melihat papan reklamenya yang mengatakan bahwa inilah ayam Goreng yang paling lezat di seluruh kota, dan berbondong - bondonglah mereka datang ke warungnya di pinggir jalan itu untuk mencicipinya. Bila tamu datang, pria tua ini berdiri di depan pintu, mengambil hati mereka dengan senyumnya yang lebar itu dan merayu, “ pesanlah dua potong , ayam goreng itu sangat enak “. Dan orang memang puas dengan ayam gorengnya. Inilah ayam goreng paling enak yang pernah mereka cicipi, yang dibungkus dengan tepung yang paling bagus dan diberi bumbu yang paling sedap. Orang keluar dari restorannya sambil membawa bungkusan ayam goreng dan mencium aroma sedap dan berkata, “ Belum pernah saya menikmati ayam goreng yang selezat ini ”. Sementara mobil mereka semakin jauh, pria tua itu melambaikan tangannya dan berseru, “ Kembali , ya . Saya perlu menghidupkan usaha ini agar kedua anak saya tamat dari perguruan tinggi “. Dan orang memang kembali. Berbondong-bondong.
Pada suatu hari, kembalilah putera pria tua itu dari Ibu Kota dengan menyandang gelar Sarjana Ekonomi dan MBA dari perguruan tinggi ternama. Ia melihat operasi usaha ayahnya sebentar dan berkata, ” ya ampun, ayah, apakah ayah tidak tahu bahwa saat ini kita sedang berada di tengah kondisi resesi ? Ayah harus mengurangi biaya ! Turunkan papan-papan reklame itu. Berhematlah dengan upah kerja dengan mengurangi pegawai dari sepuluh menjadi lima orang saja, dan sebaiknya ayah memasak sendiri ketimbang hanya membuang-buang waktu berdiri di tepi jalan. Carilah bahan-bahan yang lebih murah agar efisien, bumbu dan tepung di beli dari pasar tradisional yang lebih murah. Dengan semua penghematan ini maka ayah akan bisa bertahan dalam kondisi resesi seperti ini, yang telah mematikan banyak bisnis “
Pria tua ini mengucapkan banyak terima kasih dan kagum betapa pintarnya si anak yang telah menggondol gelar sarjana dan MBA. Ia tidak ragu dengan nasehat anaknya tersebut. Ke-esok harinya papan-papan reklame mulai di turunkan, dan pria tua itu kembali masuk kedapur yang sekarang hanya memasak bahan-bahan murahan, dan hanya tinggal 4 orang pembantu, tiga orang yang melayani tamu dan seorang yang menyiapkan makanan di dapur.
Tiga bulan kemudian, sarjana ekonomi dan MBA, anaknya ini kembali lagi dan bertanya bagaimana usaha ayah. Pria tua ini memandang warungnya yang sepi, mobil-mobil yang melaju tidak berhenti lagi mampir ke warungnya. Semua pelanggannya telah meninggalkannya. Kemudian ia berpaling kepada anaknya dan mengatakan “ anak ku, kau benar ! kita memang sedang berada pada kondisi resisi “.
Orang tua ini memang seorang wiraswastawan yang tahu apa yang di inginkan oleh pelanggannya. Namun dia bukanlah seorang wiraswastawan Sejati. Mengapa ? Seorang Wiraswastawan Sejati memiliki “ keyakinan “ yang kuat, ia berani untuk mempertahankan keyakinannya, kalau itu benar. Keyakinan ini lah yang membuatnya menjadi gigih, sabar dan meyakini bahwa keberhasilan akan selalu berpihak kepadanya.
Keberhasilan bukanlah tergantung kepada penghematan biaya semata, tetapi pada keyakinan anda, oleh karena itu berpeganglah teguh pada keyakinan yang anda milik, evaluasilah setiap informasi yang anda terima dan kerjakan sesuai yang anda yakini. Jangan korbankan integritas anda hanya untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak, mendapatkan uang lebih cepat, menghemat biaya yang seharusnya di keluarkan. Dan ikuti selalu intuisi anda.
Pada suatu hari, kembalilah putera pria tua itu dari Ibu Kota dengan menyandang gelar Sarjana Ekonomi dan MBA dari perguruan tinggi ternama. Ia melihat operasi usaha ayahnya sebentar dan berkata, ” ya ampun, ayah, apakah ayah tidak tahu bahwa saat ini kita sedang berada di tengah kondisi resesi ? Ayah harus mengurangi biaya ! Turunkan papan-papan reklame itu. Berhematlah dengan upah kerja dengan mengurangi pegawai dari sepuluh menjadi lima orang saja, dan sebaiknya ayah memasak sendiri ketimbang hanya membuang-buang waktu berdiri di tepi jalan. Carilah bahan-bahan yang lebih murah agar efisien, bumbu dan tepung di beli dari pasar tradisional yang lebih murah. Dengan semua penghematan ini maka ayah akan bisa bertahan dalam kondisi resesi seperti ini, yang telah mematikan banyak bisnis “
Pria tua ini mengucapkan banyak terima kasih dan kagum betapa pintarnya si anak yang telah menggondol gelar sarjana dan MBA. Ia tidak ragu dengan nasehat anaknya tersebut. Ke-esok harinya papan-papan reklame mulai di turunkan, dan pria tua itu kembali masuk kedapur yang sekarang hanya memasak bahan-bahan murahan, dan hanya tinggal 4 orang pembantu, tiga orang yang melayani tamu dan seorang yang menyiapkan makanan di dapur.
Tiga bulan kemudian, sarjana ekonomi dan MBA, anaknya ini kembali lagi dan bertanya bagaimana usaha ayah. Pria tua ini memandang warungnya yang sepi, mobil-mobil yang melaju tidak berhenti lagi mampir ke warungnya. Semua pelanggannya telah meninggalkannya. Kemudian ia berpaling kepada anaknya dan mengatakan “ anak ku, kau benar ! kita memang sedang berada pada kondisi resisi “.
Orang tua ini memang seorang wiraswastawan yang tahu apa yang di inginkan oleh pelanggannya. Namun dia bukanlah seorang wiraswastawan Sejati. Mengapa ? Seorang Wiraswastawan Sejati memiliki “ keyakinan “ yang kuat, ia berani untuk mempertahankan keyakinannya, kalau itu benar. Keyakinan ini lah yang membuatnya menjadi gigih, sabar dan meyakini bahwa keberhasilan akan selalu berpihak kepadanya.
Keberhasilan bukanlah tergantung kepada penghematan biaya semata, tetapi pada keyakinan anda, oleh karena itu berpeganglah teguh pada keyakinan yang anda milik, evaluasilah setiap informasi yang anda terima dan kerjakan sesuai yang anda yakini. Jangan korbankan integritas anda hanya untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak, mendapatkan uang lebih cepat, menghemat biaya yang seharusnya di keluarkan. Dan ikuti selalu intuisi anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar