Jumat, 11 Maret 2011

Berpikir Netral

Sudah sejak kecil kita di ajari dan di biasakan oleh orang tua kita untuk menanggapi setiap pengalaman atau kejadian ( realitas ) dengan dua arti ( makna ), yaitu pengalaman yang “ baik dan buruk “ ; “ enak atau tidak enak “ ; “ menyenangkan atau tidak menyenangkan “; “ menang atau kalah “; “ cantik atau jelek “ dan lain sebagainya. Sebagai contoh, ketika kecil, kita di beri secangkir es krim oleh orang tua kita, lalu saat kita makan es krim tersebut, orang tua kita bertanya : gimana es krim nya enak atau tidak enak ? suka atau tidak suka ?. Pertanyaan yang di ajukan oleh orang tua kita ini, sebetulnya membimbing kita untuk memberikan arti atau makna atas pengalaman makan es krim tersebut. Tidak hanya pengalaman ini saja, pengalaman-pengalaman lain juga demikian. Karena kita terus di latih untuk memberikan suatu makna atas setiap pengalaman, maka kita menjadi terbiasa memberikan makna atas setiap pengalaman yang kita alami. Dan kebiasaan ini terbawa terus hingga kita dewasa.
Cara memberikan makna atas setiap kejadian atau pengalaman ini di kenal dengan Labelling, yaitu kita melabel setiap pengalaman dengan sebuah arti tertentu. Karena kita hanya memberikan label dengan dua arti saja – baik dan buruk; suka dan tidak suka; enak dan tidak enak – pada setiap pengalaman atau kejadian, maka cara berpikir ini kita kenal dengan sebutan berpikir secara dualistis.



Berpikir secara dualitas ini tidak salah, dia memiliki kebaikannya sendiri, terutama untuk melindungi kita dari bahaya.
Namun berpikir secara dualitas ini juga mempunyai kelemahan, dimana ketika kita mengandalkan baik dan buruk saja dalam menanggapi pengalaman yang melintas di hadapan kita, maka kita akan kehilangan pandangan jernih dalam melihat pengalaman itu secara utuh. Kita akan cenderung mudah  keliru dalam melihat. Dan bisa saja keliru dalam memberikan respons.

Peranan Perasaan

Pada saat kita berpikir dualistis pada setiap pengalaman yang kita jumpai, tentu akan melibatkan perasaan kita. Dan ketika pikiran di perkuat oleh perasaan maka akan timbul suatu tindakan tertentu sebagai respons nya. Sebagai contoh, ketika anda berjumpa dengan seorang yang sangat sederhana penampilannya, mungkin anda berasumsi bahwa orang itu kurang baik – tidak kaya, tidak intelek, dll  dan perasaan anda kurang nyaman berdekatan dengan orang itu, lalu anda pasti menghindar atau menjauh dari orang itu. Tetapi apakah anda mengetahui fakta yang sebenarnya tentang orang itu. Nah, dsini kita bisa membuat kesalahan dalam memandang dan memberikan respons. Ini lah kelemahan dari berpikir secara dualistis.

Apa Berpikir Netral itu ?

Berpikir netral adalah cara kita melihat, mendengarkan ataupun merasakan sesuatu pengalaman atau kejadian secara apa adanya, tanpa memberikan opini terhadap pengalaman itu ataupun melibatkan perasaan. Kita hanya melihat, mendengarkan atau mengalami saja. Hanya ini.
Sebagai contoh, misalkan anda sedang berjumpa dengan atasan anda, saat anda menyampaikan sesuatu kepada atasan tersebut, dia tiba-tiba marah kepada anda. Bila anda mengalami kejadian seperti ini apa yang terpikir oleh anda ? Bila anda berpikir bahwa atasan saya ini nampaknya tidak senang dengan saya, ini adalah pemikiran yang tidak netral. Anda telah memasukan opini dan perasaan anda kedalam pengalaman itu. Dan tentunya anda bisa salah memberikan respons kepadanya.
Fakta yang sebenarnya anda belum ketahui, bisa saja dia sedang jengkel kepada anak-anaknya di rumah dan terbawa emosi itu sampai ke kantor.
Jadi jangan terburu-buru mengambil suatu kesimpulan, dan adalah lebih bijaksana bila anda dengarkan kemarahan dia, lalu amati apa yang sesungguhnya sedang terjadi pada dirinya. Bila anda melakukan ini, anda akan terbebas dari perasaan negatif seperti jengkel dan ikut-ikutan marah. Dan yang pasti anda sudah berpikiran netral dalam hal ini.

Pengalaman Bersifat Netral

Setiap pengalaman bersifat netral, tidak mempunyai makna kecuali anda sendiri yang memberikan makna terhadap pengalaman itu.
Oleh karena itu bila anda mengalami suatu kejadian atau pengalaman, jangan buru-buru mengambil kesimpulan dengan memberikan label “ baik atau buruk; suka atau tidak suka; enak atau tidak enak “ dan kemudian begitu cepat menolak atau menerimanya. Jika hal ini yang anda lakukan, sebetulnya anda rentan untuk membuat suatu kesalahan. Tetapi, amati dengan seksama, cermat dan mendalam. Pelajari apa yang anda lihat, dengar dan rasakan itu. Setelah semuanya jelas ambilah pilihan yang tepat dan kemudian sampaikan respons itu.

Berpikir Netral perlu di latih

Kemampuan untuk berpikir netral tidak mungkin bisa di rubah hanya dalam semalam saja, karena kebiasaan berpikir dualistis itu telah di tanamkan sejak kita kecil, oleh karena itu untuk merubahnya di butuhkan waktu yang cukup lama, di latih secara terus-menerus, di praktekan dan di mantapkan.
Pada awalnya untuk berubah itu, kita akan mengalami rasa sakit, ketidak pastian, lupa dan kemalasan. Keempat kesulitan inilah yang biasaya membuat orang tidak sukses mengubah cara berpikirnya. Namun bila anda membayangkan manfaat besar yang bisa anda dapatkan, tentu anda akan melakukannya dengan sungguh-sungguh, disiplin dan pantang menyerah.

Manfaat Berpikir Netral

Jika kita bisa menjaga kenetralan atau senantiasa berpikir netral terhadap setiap pengalaman, maka kita akan mendapatkan manfaat-manfaat besar seperti berikut ini :

1.      Kita akan mampu melihat pengalaman atau kejadian itu secara mendalam, jelas dan utuh.
2.      Kita bisa memberikan respons yang lebih tepat dan lebih baik atas pengalaman itu.
3.      Kita akan terbebas dari perasaan negatif yang merugikan diri sendiri.
4.      Kita akan lebih bijaksana dalam menanggapi setiap pengalaman.

Pembaca yang budiman, jika anda ingin sukses dan bahagia dalam hidup anda, kembangkan cara berpikir yang netral ini, dan praktekkan dalam aktivitas anda sehari-hari. Karena untuk meraih sukses dan bahagia anda sangat membutuhkan cara pandang yang jernih, jelas dan utuh dalam melihat setiap kejadian, dan serta bisa membebaskan anda dari perasaan-perasaan negatif yang mungkin timbul atas pengalaman dan kejadian yang sedang anda hadapi.

Citra Diri Pemimpin

Perkembangan suatu organisasi, apakah baik atau buruk, tergantung pada pemimpinnya. Organisasi itu akan menjadi baik, jika di pimpin oleh seorang pemimpin yang memiliki citra diri yang baik. Sebaliknya jika pemimpinnya memiliki citra diri yang buruk, tentu bawahannya akan mengikutinya, dan pada akhirnya organisasi itu juga akan menampilkan citra diri perusahaan yang buruk pula.



Mengingat bahwa image perusahaan itu sangat penting bagi pertumbuhan perusahaan, maka untuk mencapai hal ini, tentunya perusahaan tersebut harus memiliki seorang pemimpin yang mempunyai citra yang postif.
Sebagai contoh, jika seorang pemimpin pada suatu perusahaan memiliki Integritas yang baik, sudah pasti dia akan mendapatkan kepercayaan dari para bawahannya. Bila pemimpin perusahaan memiliki hati seorang pelayan – memiliki rasa kasih sayang – tentu para bawahannya akan berkomitmen untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik.
Bila pemimpin perusahaan mengurus perusahaan dengan serius dan penuh tanggung jawab, pasti para bawahannya akan menunjukkan loyalitas yang begitu besar pada perusahaan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa apapun yang di lakukan oleh bawahan kita, sebetulnya merupakan cerminan dari apa yang kita lakukan. Kita tahu bahwa seorang pemimpin adalah sebuah figur panutan, jika figur ini positif, tentu bawahan itu mengikutinya.

Pemimpin Yang Efektif

Perusahaan akan berkembang dengan baik, jika perusahaan itu di urus oleh seorang pemimpin yang memiliki citra diri yang positif. Jika tidak, maka perusahaan itu akan keluar dari rel dan hancur. Sebab jika seorang pemimpin yang tidak memiliki Kejernihan dalam Berpikir, maka dia bisa membimbing perusahaan itu memasuki kesulitan dan terjebak kedalam berbagai macam masalah. Oleh karena itu untuk menjadi pemimpin yang efektif, dia harus tahu akan kebenaran ( prinsip ) dan berjalan pada kebenaran.
Prinsip-prinsip ini harus menyatu dengan dirinya, dan menjadi Jiwa pemimpin itu. Jika jiwa pemimpin itu di penuhi dengan prinsip-prinsip kebenaran, maka dia akan mengarahkan perusahaan itu pada arah yang benar.                                                                                                                                    

Membangun Citra Diri Positif

Di atas telah saya sampaikan bahwa menjadi pemimpin yang efektif haruslah memiliki citra diri yang positif. Citra ini tidak muncul dengan sendirinya atau kebetulan, tetapi melalui suatu proses pembentukan dan pengembangan yang terus menerus.
Citra ini terdiri dari dua bagian, lihat gambar di atas, pertama adalah penampilan yang umum di kenal dengan body image dan yang kedua adalah self-image atau karakter. Keduanya ini harus selaras, maksudnya sebagai seorang pemimpin tidak hanya positif dalam hal penampilan, tetapi yang jauh lebih penting adalah positif dalam hal karakter.

1.      Body Image / Penampilan

Memiliki tubuh yang sehat; berpakaian yang rapi, bersih dan sopan; assesories, tata rias rambut dan wajah yang baik; nampak ceria dan bersemangat.

2.      Self-Image / Karakter

Memiliki karakter yang baik seperti :
A.     Integritas
B.     Kasih sayang
C.    Tanggung jawab
D.    Rasa percaya diri
E.     Sabar
F.     Disiplin
G.    Mampu mengendalikan diri

Karakter seperti ini tidak muncul secara kebetulan, dia harus di bentuk dan di kembangkan. Oleh karena itu, bila kita ingin menjadi seorang pemimpin yang memiliki citra diri dengan karakter seperti ini, kita harus terus-menerus meluangkan waktu untuk membentuk, mengembangkan dan mempraktekan dalam aktivitas sehari-hari.

Karakter lebih penting dari pada penampilan. Karakter inilah jiwa kita. Sukses tidaknya seseorang dalam memimpin perusahaan, sangat di pengaruhi oleh karakter ini. Mengapa ?
Saat kita memimpin perusahaan, kita akan berkomunikasi dengan para bawahan kita, dan juga dengan orang-orang di luar perusahaan, seperti para relasi dan customers. Respons-respons yang datang dari para bawahan ataupun para relasi akan mencerminkan sebarapa efektif kita memimpin perusahaan itu. Jika lebih banyak respons negatif yang kita dapatkan, tentu kita kurang efektif dalam memimpin. Dan mengapa respons negatif itu muncul ? ini adalah reaksi dari citra diri kita sendiri.
Pembaca yang budian, jika anda ingin menjadi seorang pemimpin yang efektif, tidak ada jalan lain kecuali anda harus membentuk dan mengembangkan citra diri positif yang berlandaskan pada kebenaran atau prinsip. Sebab Citra Diri Positif adalah Landasan atau Pondasi bagi keberhasilan anda.